Oleh: Eko Wahyuanto*
Opini, beritakota.net - Gunung Semeru di Lumajang Jawa Timur yang merupakan gunung berapi tertinggi di Pulau Jawa memuntahkan lahar panas di siang menjelang sore pada 4 Desember 2021. Sontak langit di atas Lumajang dan sekitarnya gelap gulita disertai hujan lebat di berbagai tempat.
Eko Wahyuanto ( Foto: Istimewa) |
Ketika malam tiba, situasi masih mencekam serta gelap karena aliran listrik putus. Sebagian orang yang tidak sempat menyelamatkan diri dan memilih bertahan dirumah terus dicekam ketakutan. Mereka tidak punya pilihan untuk menyelamatkan diri ke tempat yang aman agar terhindar dari bencana susulan yang tidak dapat diprediksi karena kondisi tidak memungkinkan.
Di areal itu hanya terdengar suara teriakan beberapa relawan yang berhasil menerobos ke lokasi terdampak. Mereka sesekali memanggil-manggil warga yang diduga masih terjebak di dalam rumah untuk dievakuasi.
Erupsi gunung berapi merupakan petaka bagi umat manusia, menghancurkan lingkungan, merusak infrastruktur, dan bahkan menghilangkan puluhan sampai ribuan nyawa. Oleh karena itu dalam upaya melakukan mitigasi dan tindakan dini terhadap terjadinya bencana alam, pemerintah mencanangkan program bertajuk Indonesia Tanggap Bencana.
Rangkaian cerita pilu dan menyedihkan dari erupsi Mahameru, usaha pemerintah menanggulangi dampak bencana serta pengabdian para pegiat bencana dalam melakukan pertolongan pertama pada para korban akan digambarkan dalam sebuah seri prangko yang akan diterbitkan pemerintah dalam waktu dekat.
Melalui program penerbitan prangko Direktorat Pos Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kominfo, sesuai diatur dalam UU No 38 tahun 2009 dan Permen Kominfo No 21 Tahun 2012 tentang Prangko, mengangkat subyek letusan Gunung Semeru dalam tema Indonesia Tanggap Bencana.
Dalam rapat Pokja Nasional Prangko, Kominfo bersama Kementerian Sosial di Jakarta baru-baru ini membahas usulan Prangko Letusan Semeru tersebut sekaligus akan menjadi terbitan perdana prangko pada 2022.
Seperti diketahui, melalui carik kertas kecil bernama prangko, berukuran antara 2 X 3 cm, dicetak secara security printing, masyarakat dapat memaknai setiap peristiwa penting seperti bencana, sebagai sarana untuk pembelajaran, sekaligus mengingatkan pentingnya mitigasi bencana dilakukan sejak dini bagi masyarakat.
Selain sebagai media pembelajaran, prangko letusan Semeru akan menjadi dokumen penting bagi bangsa Indonesia sebagai negara dengan barisan gunung berapi terpanjang di dunia serta untuk menunjukkan kepada dunia bahwa keindahan wisata gunung merupakan daya pikat luar biasa.
Prangko letusan Gunung Semeru menjadi sarana promosi wisata ke dunia internasional, karena setiap penerbitan perangko akan dicatatkan pada organisasi pos dunia, Universal Postal Union (UPU). Kedepan, prangko tersebut dapat dikoleksi sebagai benda collectable bernilai tinggi karena menyimpan cerita dan dokumen sejarah bagi Indonesia.
Pulau Jawa sendiri jutaan tahun lalu termasuk Jawa Timur sering dilanda bencana gunung meletus. Sebagai wilayah "ring of fire" di Asia Pasifik, kisah runtuhnya beberapa kerajaan di Jawa juga terkait bencana alam. Tidak heran jika sejak ratusan tahun lalu masyarakat telah akrab dengan kisah cerita rakyat terkait meletusnya gunung berapi.
Adapun prangko Indonesia yang mengangkat kisah dalam tema gunung berapi di antaranya Gunung Bromo, terbit tahun 1987 dan 2017; cerita rakyat Tengger, terbit tahun 1998; dan Letusan Tambora terbit tahun 2015.
Disamping itu ada seri gunung 2003 berbentuk trapesium yang mencakup lima gunung, yaitu Gunung Kerinci, Gunung Merapi, Gunung Tambora, Gunung Krakatau, dan Gujung Raung, sementara prangko Tangkuban Prahu terbit tahun 1961, dan 100 tahun meletusnya Krakatau terbit tahun 1983.
Sementara itu kisah Suku Tengger di Jawa Timur misalnya, merupakan salah satu cerita rakyat lereng Bromo yang disampaikan secara turun-temurun hingga kini.
Dalam kaitan itu, Pemerintah sudah menerbitkan prangko tentang cerita seputar kawah Bromo dan peristiwa Kasodo tahun 1987 dengan total produksi dua juta keping dalam seri pariwisata Indonesia, sedangkan untuk upacara Kasodo termasuk dalam seri cerita rakyat yang terbit tahun 1998 sebanyak lima buah gambar dan Sampul Hari Pertama (SHP) serta souvenir sheet.
Jadi, prangko selain sebagai alat bayar juga merupakan sarana edukasi bagi generasi melenial.
Adapun sejarah lain yang dipotret dalam prangko di antaranya prangko yang bertemakan Gunung Tambora dalam tajuk Tambora Menyapa Dunia tahun 2015, yakni bertepatan dengan 200 tahun terjadinya erupsi gunung Tambora, tepatnya tahun1915 hingga menenggelamkan satu kota dan membuat langit di hampir seluruh belahan dunia gelap.
Prangko tersebut dihiasi gambar berlatar belakang gugusan bukit Gunung Tambora dan beberapa perempuan yang menggunakan rimpu, yaitu kain sarung yang digunakan menutupi kepala yang hanya menampakkan wajah.
Seri prangko yang terkait dengan peduli bencana alam antara lain seri Merapi tahun 1954, Tsunami Aceh tahun 2005, 200 Tahun Meletusnya Gunung Tambora tahun 2015, 100 tahun meletusnya Krakatau tahun 1983, bencana alam Meletusnya Gunung Agung tahun 1963, bencana tsunami di Flores tahun 1961 (cetak tindih), bencana alam 1953 (meletusnya Gunung Sangeang Api NTB dan banjir di Aceh), seri bencana alam tahun 1967 dan seri bencana alam meletusnya Gunung Kelud tahun 1966.
Kisah dalam bencana seperti di atas layak dimasukkan pada bagian deskripsi penerbitan prangko, sehingga prangko mencatat jejak sejarah dan menjadi sarana pembelajaran. Di sisi lain, masih banyak cerita tentang erupsi gunung berapi yang lebih mengerikan, mencekam dan menelan banyak korban, baik di dalam maupun di luar negeri. Kisah-kisah nyata itu selain dibukukan dalam sejarah kegunungapian, juga dapat dipotret dalam bingkai kecil prangko.
Sekali lagi, melalui prangko kita dapat melihat setiap jejak suatu momentum di masa tertentu. Semoga penerbitan prangko seri Letusan Semeru tahun 2022 ini berjalan lancar dan dapat terbit sesuai jadwal yang ditetapkan.
*Eko Wahyuanto adalah Analis Kebijakan Ahli Madya Kominfo.